SUMENEP, (TransMadura.com) –
Sudut pandang seorang praktisi tentang perjuangan KH A Busyro Karim, adalah politisi ulung setelah era reformasi. Sepak terjangnya sudah terukir dan sulit terhapus dari kamus sejarah pergulatan politik lokal.
Namun, beda politisi beda Birokrasi, cara pandang politisi dan Birokrasi tentu berbeda, seorang politisi dididik, dikader dan diarahkan sesuai dengan Ideologi Dan Visi besar partai.
Ada proses kaderisasi dalam partai, bahkan, di PKB ada Semacam “Kontrak Politik” untuk agar tetap dalam jalur “Aswaja An Nahdliyah”. Namun, hal ini untuk menjamin bahwa kader yang akan di distribusikan ke berbagai segmen kekuasaan adalah benar-benar amanah untuk umat , NKRI dan untuk perjuangan Visi besar NU.
Berbeda dengan cara pandang Birokrat, yang cendrung agak kaku/kurang fleksibel berpola fikir prosedural, Berdasar komando dan graduasi jenjang karier,bekerja berdasar anggaran yang ada. Dan tak ada kaderasasi ideologis.
Seorang birokrasi bisa menjadi politisi Parpol jika sejak awal sudah satu “Frekwensi” dalam ideologi dan Visi partai tersebut, Misal birokrat mau masuk di PPP atau PKB sebelumnya sudah pernah menjadi pengurus NU dan Banom banomnya, serta berbagai Jam’iah yang berafiliasi dengan itu.
Jika tidak begitu, untuk menjamin dan menjaga sustanability manifestasi ideologinya, maka perlu berkader dan berproses dalam waktu tertentu terlebih dahulu. Paling tidak untuk menyamakan visi dan menyatukan Ideologi serta menumbuhkan rasa memiliki terhadap partai, Sehingga “goal” dari proses kaderisasi itu tercapai.
Seyogyanya parpol dalam Negara demokrasi yang baru “Berkembang”, tidak dengan instan mencetak kader baru, kemudian segera mendistribusikannya lewat “Space” kekuasaan, tanpa melalui proses pengkaderan yang jelas, karena dimungkinkan hanya melahirkan kader karbitan. Sehingga, yang tahunya hanya kekuasaan namun tak memiliki ‘Sense’ pengabdian.
“Kader macam ini tak akan pernah tahu akan proses dan tujuan didirikannya partai itu, apalagi mau membaca Flatform partai dan Sublimasi Ideologi partai dalam dirinya, yang ada hanyalah pencapaian kekuasaan belaka.
Sehingga tak akan pernah menghargai proses dan hasil kerja pendiri dan stakholder awal yg telah membesarkan partai. “Jangan heran ya, jika kemudian akan meninggalkan, sukur sukur tidak menyerang partainya,” kata Rausi Samorano, sambil ketawa.
Lanjut Rausi, KH. A Busyro Karim meskipun telah bersusah payah dan berdarah-darah membesarkan Partai PKB di sumenep, dan pada akhirnya dalam perjalanan waktu beliau pasti sadar posisi, bahwa akan ada suksesi dan pengijawantahan dari kaderisasi, yaitu pergantian posisi. Baik di kekuasaan maupun di Parpol.
“Dan siapapun suksesornya pasti akan selalu berusaha melanjutkan proses perjuangan beliau yang belum selesai, mempertahankan, meningkatkan yang baik dari beliau dan memperbaiki yang belum sempurna dari beliau, Bukan “menghabisi” apalagi “membully”nya,” ujarnya.
Akan tetapi, jelas Praktisi Hukum ini, masih untung hingga saat ini tidak ada Kader PKB yang begitu. Entah yang bukan Kader. “Tapi misalpun ada yang begitu, mengaku kader partai, tiba2 muncul menggunakan partai itu sebagai kendaraan politik. Namun selalu mengkritk Kepemimpinan KH. A Busyro Karim yang notabene dikader dan ditugaskan oleh partai,
“bahkan diberbagai forum publik, saya tahu dan saya amat yakin KH. A. Busyro Karim akan tetap tersenyum ikhlas, Tenang dan bersabar. Dan pasti beliau akan mendukung dan mendo’akannya, Demi apa…? Demi keutuhan Partai, Demi terjaminnya perjuangan Mencapai Visi besar partai dan tentu demi ummat konstituen partai.
“Inilah yang tak kita bisa saya tiru,”Kesabaran dan kesadaran politik” beliau.
Namu, Rausi Samorano menjabarkan, tidak menafikan masih ada banyak kekurangan dari perjuangan dan pengabdian KH A Busyro Karim, baik di Partai maupun di Pemerintahan. tapi MENIADAKAN dan Menafikan hasil kerja dan pengabdian beliau selama 10 tahun adalah satu kecongkakan dan kesombongan.
“Kritik konstruktif diperlukan, tapi menegasikan dan sama sekali tak memperdulikan adalah satu “penistaan”. Seakan-akan dirinya malaikat yang menawarkan kesempurnaan.
“Semoga saja tidak ada yang begitu, sehingga tidak masuk golongan yang dimurkai Tuhan., “Kaburo Maktan Indlallahi,lima taquuluuna maalaa taf’aluun”.Al Ayat
“Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim). Tutup Rausi Samorano.
(Asm/RS/Red)