SUMENEP, (TransMadura.com) – Jaspenu (Jaringan Santri pelajar Nusantara) melakukan Santunan pada empat bersaudara yang ditinggal tanpa ibu dan bapaknya dalam usia yang masih belia. Selasa, (7/1/2020).
JASPENU, melakukan kegiatan ini, di Dusun Brakas Laok, Desa Guluk-Guluk Kabupaten Sumenep. “Tidak banyak yang mampu kami sampaikan disana, namun cukup membuat semangat mereka bangkit,” kata Ketua Jaspenu Sumenep Moh. Masrul.
Ketika bertemu Jailani, katanya, Mila dan Zainullah, mereka lebih banyak diam, mungkin karena masih dalam kondisi berduka yang mengharukan bagi ketiga anak tersebut.
Mereka tidak se riang anak-anak lain seusianya. ketika pengurus Jaspenu sampai di lokasi, mereka hanya terdiam membisu setelah berjabat tangan dengan pengurus Jaspenu. Mungkin memang tak mudah menyingkap mendung hitam duka anak-anak yatim piatu ini.
“Atas situasi itulah Pengurus JASPENU Sumenep, harus bergerak cepat untuk berbagi sembako dan peralatan sekolah. Dan sedikit uang lauk pauk,” ungkapnya.
Melihat keadaan Keluarga ini, merasa terenyuh melihatnya yang tinggal di Gubuk yang ditempati enam orang dalam satu keluarga. Sungguh kemiskinan yang tidak tidak bisa terbayangkan. Mengingat dalam data statistik, Desa Guluk-Guluk, Kecamatan Guluk-guluk, merupakan bagian Desa yang tergolong Maju.
Sepulang dari menjadi TKW, sang ibu itu hanya 26 hari bersama keluarga di Dusun : Brakas (Klabaan) Laok kecamatan Guluk-Guluk, tak terbayangkan sebelumnya jika takdir memanggil untuk berpisah selamanya dengan sang anak yang masih sangat membutuhkan kasih sayang seorang ibu tercinta.
Menurut sesepuh disana, jelasnya, yakni, Bapak Moh.Toha Ayahnya meninggal tragis sekira 2, tahun lalu dalam kecelakan kerja. Sebuah jihad untuk bertahan hidup sekeluarga telah merenggut nyawanya.
Mungkin dalam keadaan lapar, ia wafat. Karena kematian tak mengenal kenyang ataukah lapar, miskin atau kaya.
Prosesi dan biaya penguburanpun atas jasa tetangga dan kenalan yang terenyuh atas derita kemiskinan yang menimpa.
Keluarga ini tinggal di Gubuk yang insya Allah jauh lebih baik kandang ayam. Sungguh kemiskinan yang tidak abal-abal. Padahal dalam data statistik, Desa yang mereka tempati tergolong Desa Maju.
Begitu selesai hari ke 7 wafatnya, sang istri memutuskan untuk mengadu nasib di Arab Saudi, menjadi TKW. Namun 2 tahun ia di sana, alhamdulillah pulang membawa berkah dan hendak merenovasi gubuk untuk ketiga anaknya ini.
Berbekal 12 juta, ia bersama tetangga merobohkan gubuknya. Tradisi gotong royong sudah bekerja membuat fondasi, lancar dan aman.
Bukan perempuan Madura namanya jika tidak menyediakan makan untuk mereka yang bekerja suka rela. Hatinya bergerak, ia merasa harus memberi makan ala kadarnya, meski mungkin dananya tidak akan cukup.
Ia berangkat ke pasar untuk membeli kebutuhan, bersama ibu dan anaknya yang masih TK, dengan pinjaman sepeda motor milik tetangga.
Sepulang dari pasar, tepatnya sekira 1 km dari gubuknya, di jalan menurun, REM motor itu blong.
Diapun tidak bisa mengendalikan kendaraan, lalu kecelakaan, menabrak pohon dan meninggal di TKP. Belum 40 hari dari sekarang (06/01/2020).
Hari tiba-tiba gulita bagi keluarga ini. Riil dan bukan sinetron atau drama untuk ketiga anaknya yang masih anak-anak ini. Kelas 6, kelas 4 dan si bontot masih di RA.
Menurut Ketua Jaspenu Sumenep Moh. Masrul, lembaganya akan terus berusaha menggalang dana untuk membantu proses penyelesaian renovasi rumahnya untuk tempat ke tiga anak yatim tersebut.
“Bersama Korwil Jaspenu Madura, Ajimuddin sepakat untuk terus berkomitmen bahwa Jaspenu akan terus menjadi pelopor pendamping sosial kemasyarakatan,” tukasnya.
(Ibnu/Red)