SUMENEP, (Transmadura.com) – Penyidik Polres Sumenep, Madura, Jawa Timur, mulai melakukan pendalaman terkait kasus dugaan pemalsuan ijazah yang melibatkan kepala desa/Kecamatan Kangayan, Pulau Kangean Arsan.
Bahkan, penyidik baju coklat ini sudah melakukan pemanggilan saksi-saksi untuk pendalaman kasus yang menjerat kades Arsan ini dan akan mendatangkan saksi ahli.
“Setelahnya baru gelar perkara untuk dinaikkan ke tingkat penyidikan. kita nunggu saksi ahlinya,” kata Kabag Humas Polres Sumenep, AKP. Widiarti diruang kerjanya, Senin, (17/10/2022).
Menurutnya, dalam proses kasus ijazah palsu membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk tes palsu tidaknya butuh waktu karena antriannya seluruh Indonesia. “Itu yang bikin lama, sehingga bersabar dulu,” jelas mantan Kapolsek kota ini.
Ditanya apakah ada potensi tersangka, pihaknya masih belum memastikan dan masih perlu pendalaman. “Menunggu hasil saksi ahli, baru bisa menentukan,” terangnya.
Perlu diketahui, Arsan, saat ini menjabat kepala desa/Kecamatan Kangayan, pulau Kangean, Sumenep dilaporkan oleh aktifis kepulauan Kangean pada tahun 2020 lalu diduga terlibat memalsukan ijazah saat mengikuti Pilkades.
Sehingga, Arsan harus berurusan dengan penegak hukum diduga memalsukan Ijazah memakai nomor induk atas nama orang lain.
Praktisi hukum, Ach Supyadi, SH meminta penyidik Polres Sumenep, bekerja profesional dalam penanganan kasus tindak pidana pemalsuan.
“Penyidik harus bekerja profesional dalam kasus ini dan mengusut tuntas biar ada kepastian hukum,” pintanya.
Supyadi mengatakan jika sesuai pasal pemalsuan itu sendiri, ada ayat (1) pihak yang memalsu dan ayat (2) adalah pihak yang menggunakan dipastikan ada pihak lain yang terlibat.
“Jadi atas pemalsuan ini, diduga kuat tidak lepas dari adanya keterlibatan pihak lain, ini juga harus di usut, baik yang memalsu dan yang menggunakan, apakah itu yayasan atau pihak lain,” tegas Pria yang berprofesi pengacara ini.
Selain itu, Supyadi menerangkan, dalam penanganan perkara sebenarnya berbatas waktu, didalam KUHAP sudah jelas di uraikan dari Pasal 1 sampai dengan pasal 12, disetiap SP2HP juga dicantumkan soal teknis penanganan perkara yang masih dalam tahap penyelidikan atau tahap penyidikan.
“Setiap 30 hari harus selalu di informasikan hasil penanganannya dan perkembangannya, kalau tidak sesuai dengan aturan KUHAP maka jelas terdapat ketidak profesional atau pelanggaran kode etik,” urainya.
(Asm/red)