SUMENEP, (TransMadura.com) –
Dugaan penipuan Penerimaan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) tahun 2014 terus menggelinding. bahkan selain dugaan penipuan uang, muncul dugaan pemalsuan SK.
‘Kami di kasi NIK palsu (SK palsu) oleh RM (Istri anggota dewan), setelah di cek ke provinsi tidak ada nama saya,” ungkap KW (Korban) asal kalianget kepada media.
Dia menjelaskan kronologis mengikuti tes CPNS tahun 2013, namun setelah itu ditelfon RM (Istri Ketua Dewan) saat magrib untuk menyetor uang DP sebesar Rp 20 juta.
“Yang lain saat itu juga menyetor besaran berfariasi hangga Rp juta.,” ucapnya.
Namun, setelah pengumuman hasil tes itu, sehingga dirinya komplin ke RM untuk minta pertanggungjawabannya.
“RM bilang, tetap akan upaya untuk lulus CPNS itu, karena masih ada sisa kuota susulan, bahkan minta lagi biaya pemberkasan susulan sebesar Rp 500 ribu,” ngakunya.
Sehingga, dirinya dapat SK palsu itu dan berupaya menagih uang, namun tidak ada kejelasan untuk membayar hanya berjanji sampai saat ini. “Kami akan mengambil langkah hukum, karena tidak ada ektikat baik untuk membayar,” ujarnya.
Sementara salah satu SK palsu viral beredar, atas nama AA asal Kecamatan Rubaru, bukti keputusan kementerian agama RI Nomor 813.3/218/2014, tertandatangani Kepala Badan kepegawaian negara, Drs Eko Sutrisno, M,SI dan TTD Menteri agama RI tidak tertandatangani, Drs.H Suryadharma ali, M,SI diduga palsu.
Penetapan NIP 19790620201401011 atas nama AA oleh KBKN tertanggal 28 agustus 2014. “Itu salah satu peserta yang dapat surat putusan kementrian agama palsu, saya kenal dekat dengan korban,” kata Pepeng teman dekat korban.
Sebelumnya, RM dilaporkan JM, Warga Ambunten ke Polres Sumenep, pada 24 Agustus 2020 lalu. Dengan dasar bukti lapor LP-B/195/VIII/RES.1.11/2020/RESRKRIM.SPKT Polres Sumenep. Dugaan penipuan itu terjadi lantaran korban juga sudah menyetor sejumlah uang kepada terlapor.
RM sudah menjalani pemerikasan penyidik Polres Sumenep di Kantor DPRD atas permintaan terlapor dan suaminya (Ketua Dewan).
Dalam laporannya, dugaan penipuan itu berawal saat korban berkeinginan menjadi pegawai negeri. Korban yang tengah mencari jalan untuk bisa lolos, bertanya kepada temannya FAT dan diarahkan ke terlapor, RM. Akhirnya, korban langsung mendatangi terlapor dan menjalin komunikasi.
Sehingga, setelah itu akhirnya terlapor mengaku bisa meloloskan menjadi CPNS. Tentunya, dengan membayar uang sebesar Rp 60 juta, itu dibayar lunas ketika sudah ada SK (Surat Keputusan).
Dalam perjanjian, korban ini tetap harus membayar uang muka atau DP (down payment). Maka, korban menjadi tertarik, dan kemudian menyerahkan uang sebesar Rp 40 juta. Sementara sisanya akan dibayar setelah lolos dan SK keluar.
Beberapa bulan berikutnya, terlapor meyakinkan korban dengan menyatakan SK sudah ada, dan meminta untuk dijemput di rumahnya. Sayangnya, SK tersebut disinyalir palsu, karena korban tetap tidak diangkat sebagai ASN.
(Asm/Fero/Red)