SUMENEP, (TransMadura.com) –
Celotehan opini yang di buat Rauzi Samorano,SH cukup menarik untuk disimak terkait dugaan penipuan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) yang akhir akhir menjadi perbincangan publik antara pelaku vs korban.
Rauzi Samoramo kelahiran Sumenep ini, membuat narasi kajian, soal Dugaan Penipuan CPNS yang diduga dilakukan oleh istri seorang anggota Dewan yang sudah masuk rana penegak hukum.
Sementara dalam amatannya, selama ini seakan hanya konsentrasi kepada hal yang sebenanrya biasa saja, yaitu pemeriksaan (tepatnya Klarifikasi) yang dilakukan di kantor DPRD.
“Jangankan hanya “klarifikasi” pemeriksaan sebagai saksi pun boleh dilakukan d mana saja, termasuk (jika penyidik mau) di restoran mewah sambil sarapan pagi, misalnya ya, Boleh boleh saja. Tergantung siapa yg mau diperiksa,” katanya, yang bikin penasaran.
Namun, tentunya kalimat “Tergantung” itu bertanya tannya siapa yang mau diperiksa, ya kan?.
Nah ini semacam aturan tak tertulis, entah sejak kapan, pemeriksaan dengan cara penyidik “MENGALAH” kepda terperiksa itu hanya berlaku kepada orang- orang “istimewa”, seperti ya.
Sehingga, Pejabat Negara, Pengusaha Kaya, Tokoh Karismatik dan tentu mungkin “teman dekat” walau ini jarang. Bagaimana dengan orang biasa dan orang miskin macam kita?.
Jangan ngimpi mereka akan “meluangkan” waktu ke orang seperti yang tertuang diatas. jika tak masuk kriteria yang diatas KECUALI perkara KECELAKAAN, itupun karena terperiksa sudah tak bisa jalan karena terluka atau opname, baru penyidik “mendatangi” ke tempat terperiksa. “Yang lain jarang sekali ya kan,” celotehnya.
Alasan pemeriksaan mereka ditempat yang “Mereka Mau” itu jelas karena alasan kuat, “Sibuk ” Ya mereka sibuk sebagai pejabat, sebagai pembisnis dan sebagai orang besar.
“Loh.. Kasus yang Dugaan penipun CPNS kan Bukan pejabat, tapi istrinya pejabat,” ungkapnya.
Jika suaminya pejabat, maka istrinya, anak anaknya dkk harus menyesuaikan diri dengan pejabat Ikut sibuk juga, ikut istimewa juga, ikut menikmati juga, hidup ala pejabat juga, begitu kan?.
“Sementara rakyat biasa. suami isteri kadang sibuk sendiri sendiri. kenapa hanya “klarifikasi”, apakah klarifikasi sama dengan pemerikasan sebagai saksi kunci?. Apakah ada BAP dan BAP klarifikasi sama tidak dengan BAP sebagai saksi. Padahal kasus ini sudah lama sekali. Apa tindak lanjut dari klarifikasi ini.
Selama ini belum juga ada yang secara konprehensif bertanya, atau paling tidak curiga lah, kenapa dia mengaku menjadi korban. Korban dari siapa? Semoga bukan “korban” dari suaminya (Oknum pejabat). “Semoga tidak ya,” ucap Rausi sambil senyum.
Sehingga, kita tahu jelasnya, penipuan penipuan semacam ini selalu melibatkan orang-orang Besar atau “setengah” besar yang dianggap memiliki akses kepada oknum kekuasaan, baik itu di legislatif eksekustif. bahkan kadang di ranah yudikatif.
Sehingga, modusnya berbeda beda yang marak adalah menjadikan “Sang Pejabat” sebagai GARANTOR, sebagai jaminan agar orang percaya. “Misal karena Suami saya berjabat ini maka sebagai isteri pejabat menjadi “agen” atau bahkan pengepul pundi rupiah, ini hanya tamsil saja. Belum tentu terjadi. Atau karena saya karib dekatnya Menteri maka saya jadi agen dan “pengepul” dari Meteri itu,” hah katanya dalam tulisannya.
Mungkin si Pejabat yang Notabeni keluarganya memang punya akses ke kekuasaan tapi ternyata mungkin ada “kecelakaan” proses dimana saat dana sudah terkumpul akses tertutup karena satu dan lain hal.
Apa kemudian Agens atau “pengepul” ini menjadi korban…?. Secara perasaan bisa iya. Tapi secara Hukum tidak. Apakah si isteri akan bertanggungjawab sendiri atau mau menyeret si suami yg sdh kadung dijadikan “Garansi” karena jabatannya?.
“Ya, Ini ujian atas CINTAnya.
Saya dengar penyidik beralibi masih mau “Memeriksa” korban korban lain dulu. Ya, Itu urusan penyidik. Yang jelas kasus ini secara hukum tak ada kaitannya dengan seberapa banyak korbannya. Walaupun hanya 1 orang tapi sudah memenuhi unsur pidana dan sudah ada dua alat bukti yang cukup.
“Maka Penyidik berhak untuk menaikkan status dari saksi ke tersangka. Tapi persoalannya dia baru “TERKLARIFIKASI”, beda gak ya dengan “TERPERIKSA” sebagai saksi..?.Rakyat macam kita memang harus banyak bertanya biar tak sesat di jalan,” tutupnya sambil ketawa.
Sumber : Tulisan Rausi Samorano