SUMENEP, (TransMadura.com) –
Suhu politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Sumenep, Madura, Jawa Timur, memanas. Bahkan dari berbagai kelompok kelompok tertentu mencari celah untuk menjatuhkan lawan.
Bahkan, kasus PT Wus yang dinilai telah inkracht yang telah punya berkekuatan hukum tetap, namun sebagian kalangan memoles mengungkit kembali yang intinya putusan hakim dinilai tidak banar.
Ketua Umum LIPK (Lembaga Independen Pengawas Keuangan) Abdul Latif, angakat bicara, terkait dengan hal itu. Sebab, ditengah-tengah sedang memanasnya suhu politik isu tersebut dijadikan moment oleh kelompok tertentu untuk menjatuhkan lawan.
Sehingga, munculnya beberapa pernyataan di media terkait isu PT Wus, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sumenep, padahal kasus itu sudah punya putusan kekuatan tetap (inkracht).
“Itu pahlawan kesiangan, mereka datang ketika tontonan sudah usai, kasus itu telah inkracht kerugian Negara telah dikembalikan nilai uang rupiahnya sebesar Rp 2.289.764.400 dan uang dolar senilai USD 35.969.05”, katanya kepada media ini.
Menurut Latif, yang juga sebagai pelapor kasus tersebut, kasus yang sudah inkracht itu, yang dijadikan alat untuk menjatuhkan lawan, namun semua itu, dia menganggap sekelompok itu yang tidak tau apa apa terntang putusan kekuatan tetap.
“Mereka itu kan gak tau apa-apa, seharusnya kalau memang mereka benar-benar penggiat anti korupsi kemudian tidak puas dengan putusan hakim, lakukan sesuatu yaitu banding, atau kalau memang memiliki alat bukti, hakimnya terima suap laporkan saja, tapi sekarang kan sudah ketinggalan kereta atau tellat,” ucapnya.
Pihaknya dengan tegas menyampaikan, mereka yang bicara hanya sebatas wacana. Sehingga, rapat sana sini dokumen yang ditelaah dan dibahas Cuma hasil putusan hakim.
“Setelah itu, koar-koar lapor KPK lah dan lagi sudah membedah kasus dengan Bapak Artidjo Alkostar lah, pernyataan-pernyataan seperti itu menunjukkan bahwa, mereka gak ngerti regulasi hukum di negeri ini.
“Makanya kalau gak ngerti lebih baik diam, agar tidak menunjukkan kebodohannya, mana ada setelah putusan hakim ada lembaga hukum lain yang bisa nangani dalam kasus yang sama ?. Kecuali ada alat bukti baru dan ada pihak lain yang terlibat itu baru bisa disodorkan ke penyidik, itupun ke lembaga hukum yang pernah menangani, bukan hasil putusan hakim dibolak balik ditelaah dan dibicarakan sana sini”, tegasnya.
Selain itu, Latif menambahkan, Kalau bicara dokumen dan alat bukti, dirinya mengaku lebih lengkap dari hasil putusan hakim. “Empat tahun kami menyelidiki kasus tersebut setelah lengkap dan memenuhi syarat gak pakek bicara dan rapat sana sini, kami langsung ambil tindakan lapor pertama ke KPK kedua ke Kejaksaan, tapi sayang sekali KPK telat menangani duluan Kejaksaan,” tantangnya.
Bahkan, dia menyarankan, kalau memang perduli dengan Sumenep dalam kepemilikan saham di PT Petrogas Pantai Madura (PT PPM).
“Usut itu kenapa PT Petrogas Wira Jatim (PT PWJ) BUMD milik Pemprof Jatim, yang peyertaan modalnya cuma percikan. bisa memiliki saham sebesar 25.50%, sedangkan PT WUS yang memiliki mandat Dana PI nilai sahamnya juga 25.50%, kalau PT Barito Pacific Tbk wajar memiliki nilai saham 49% sebab membiayai USD 7,46 juta”, pungkasnya.
(Fero/Red)