banner 728x90
Tak Berkategori  

Kebijakan Pemkab Sumenep Tutup Destinasi Wisata Dinilai Plin Plan, Angka Kemiskinan Terancam Naik


SUMENEP, (TransMadura.com) –
Sektor perekonomian akan terdampak dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Pasalnya, Pemkab yang menutup sejumlah destinasi wisata dan akhirnya angka kemiskinan meningkat drastis.

Hal ini disampaikan Sayiful Anwar, Juru Bicara (Jubir) Paguyuban Pelaku Pariwisata Sumenep, bahwa penutupan itu destinasi wisata berdampak besar pada angaka kemiskinan

banner 728x90

“Karena dampaknya, PHK atau merumahkan karyawan pilihannya,” katanya, sebagaimana rilis yang diterima media, Kamis, (28/5/2020).

Kebijakan itu, kata Syaiful, disampaikan oleh Bupati Sumenep A. Busyro Karim dalam press conference Covid-19, pada Rabu 27/5/ 2020. Saat Bupati sempat menyatakan, bahwa tempat Pariwisata tetap harus ditutup.

Namun, kebijajan itu, menimbulkan kesan keputusan sepihak dari Pemerintah Daerah Kabupaten setempat. Bahkan Paguyuban Pelaku Usaha Pariwisata Sumenep menilai Keputusan tersebut Plin-Plan dan Sepihak.

Bahkan kebijakan demi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menjadi anomali satu sama lain. Sehingga yang ada, konflik sektoral antar OPD tak berkesudahan.

Oleh sebab itu, jelas Syaiful, pada Maret 2020 ada surat edaran yang dikeluarkan oleh Polres, Satpol PP yang berisi himbauan agar cafe dan tempat wisata tutup kalaupun buka hanya sampai jam 21.00, sedangkan Disparbudpora meminta cafe dan Tempat Wisata ditutup.

Namun faktanya, kata Syaiful beberapa kafe dan tempat nongkrong tetap buka selama masa pandemi tanpa menerapkan protokol covid-19, dan tetap saja ramai dan lancar tanpa ada penindakan.

Sementara beberapa yang memilih menerapkan protokol dihantui ketakutan terus menerus karena berulang kali didatangi petugas dari Satpol PP dan Polisi yang meminta untuk tetap ditutup.

“Pada akhirnya, beberapa lebih memilih tutup untuk kepentingan bersama dan membantu pemerintah walaupun pada akhirnya untuk buka kembali menjadi sulit. Dampaknya, PHK atau merumahkan karyawan pilihannya,” ungkap Syaiful.

Baca Juga :   Inovasi Kades Rombiya Timur, Bangun Wisata Sombher Raje Terwujud Sumbang PADes Puluhan Juta

Berdasarkan data Paguyuban, jumlah karyawan Hotel, cafe, Tempat Wisata di
Sumenep saat ini mencapai 534 orang yang dirumahkan. Jika diasumsikan sebagai kepala keluarga dan menunjang ekonomi rumah tangga dengan tanggungan minimal 3 orang, maka akan ketemu jumlah 2.136 orang sebagai kelompok ekonomi rentan dan keluarga terdampak Covid-19.

“Data ini hanyalah gelombang pertama terdampak, jika semakin lama tidak ada kejelasan tidak dapat dipungkiri bisa mencapai angka lebih 20.000 orang nanti,” jelas pria pengelola Destinasi Wisata Goa Soekarno itu.

Bahkan kebijakan tersebut dinilai tidak selaras dengan Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.” “Ternyata tidak menjadikan jaminan untuk warga di Kabupaten Sumenep untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Terbukti, statement Bupati yang hanya sepihak menyatakan tempat wisata tutup,” jelasnya.

Selain itu, dalam UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan disebutkan dalam pasal 17 bahwa “Pemerintah atau pemerintah daerah wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi” dan pada pasal 22 disebutkan bahwa “pengusaha pariwisata berhak atas kesempatan yang sama dalan berusaha dan mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha”

Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemprov Jatim (2 Mei 2020)
menyatakan 5.348 Orang di PHK, 32.365 Orang Dirumahkan akibat pandemi covid-19.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf RI) Wishnutama dalam konferensi pers pada 16 Mei 2020 menyatakan “Kita harus menormalkan sektor pariwisata kita lebih cepat. Kita harus sepenuhnya menyadari bahwa pariwisata adalah tulang punggung
perekonomian”.

Pada kesempatan yang sama Wishnutama Kusubandio mengajak industri pariwisata menerapkan protokol kesehatan untuk menyambut new normal di sektor pariwisata pascapandemi COVID-19 usai

Baca Juga :   Bendahara Puskesmas Sapeken Relakan Lepas Jabatan, Dipaksa Mundur?

Apakah perlu tempat wisata dan hotel merubah nama saja menjadi “kafe” saja sehingga bisa buka? Kata Syaiful Kalau persoalan ketegasan dari awal pemerintah kabupaten Sumenep tidak pernah tegas. Sehingga banyak kafe yang masih buka tanpa menerapkan physical distancing atau social distancing ramai lancar tanpa perlu ditutup.

“Seandainya dari awal pemerintah mau tegas itu akan lebih elok. Tutup semua tempat pengumpul massa, Tempat Wisata, restoran, rumah makan, pabrik, hotel, kafetaria, kantin, warung, depot, bar, pujasera, toko roti, catering, semuanya kan obyek pajak dan tempat orang berkerumun,” tutur Syaiful.

Syaiful menilai Pemerintah Kabupaten Sumenep lalai dan abai untuk memberikan informasi dan atau peringatan dini yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan sesuai. Padahal itu diatur dalam UU no 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

“Hingga hari ini tidak ada Surat Edaran yang ditandatangani langsung oleh Bupati terkait kondisi covid-19 terhadap para pelaku usaha pariwisata. Yang ada hanyalah 2 edaran dari OPD terkait dan Polres Kabupaten Sumenep yang menimbulkan kesan tebang dan pilih,” akunya.

Dia berharap ada ketegasan dari pemerintah, jika mau buka, buka sekalian dengan semua dilengkapi protokol covid-19 yang sudah diedarkan, jika ada yang tidak patuh tutup saja dan atau semua ditutup tanpa pandang bulu, tak ada lagi kafe yang buka, tak ada lagi rumah makan, pabrik, kantin, depot, toko roti, tempat wisata yang dibuka hingga selesai pandemi covid-19.

“Seharusnya, pemerintah Kabupaten Sumenep sadar bahwa dirinya adalah Buruhnya Rakyat dan bagian dari Rakyat, yang digaji dan dilindungi untuk kepentingan khalayak masyarakat Sumenep. Bukan hanya untuk membela anggaran dan kepentingan yang menguntungkan segelintir pihak,” tegas Syaiful.

(Asm/Red)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *