SUMENEP, (Transmadura.com) – PT Sumekar Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, minta suntikan dana dari pemerintah kabupaten.
Pasalnya, dalam pengelolaan usahanya milik plat merah yang selama ini tidak pernah untung, bahkan menanggung kerugian hingga Rp 3 Miliar.
Pengelolaan usaha PT Sumekar bergerak dibidang transportasi laut. Saat ini perusahaan ini memiliki tiga armada, yakni KM Dharma Bahari I, KM Dharma Bahari II dan KM Dharma Bahari III. Dari tiga armada itu yang beroperasi hanya satu armada yakni KM Dharma Bahri III.
Namun, selama mengelola usaha tak pernah mendapatkan keuntungan selama ini, bahkan karyawan enam sampai tujuh bulan tak dapat gaji bulanan.
Namun, janji Direksi PT Sumekar tetap akan bangkit, ketika Pemerintah kabupaten Sumenep memberi suntikan dana.
Dari hasil pertemuan jajaran direksi PT Sumekar masih optimis bisa bangkit kembali hanya dengan catatan, dapat suntikan modal dari Pemkab,” kata anggota Komisi III DPRD Sumenep, M. Muhri.
Dirinya mengatakan, untuk dibawa ke timgar (Tim Anggaran) dan Badan Anggaran (Banggar) bagaimana caranya jajaran direksi PT Sumekar bisa meyakinkan. Sebab suntikan dana yang dibutuhkan antara Rp 4 miliar sampai Rp 5 miliar.
Namun, pihaknya akan mengambil tindakan tegas dengan melakukan penutupan, karena selama ini perusahan BUMD tidak pernah memberikan kontribusi positif dan tidak hanya menjadi beban perintah daerah.
“Komisi III sudah melayangkan rekomendasi, sebab BUMD ini dinilai selalu merugi,” ungkapnya.
Direktur PT Sumekar Imam Mulyadi mengakui kondisi keuangan perusahaan belum stabil. Sehingga selalu merugi. Salah satu faktornya berkurangnya minat masyarakat yang disebabkan mahalnya harga tiket.
“Tahun 2022 harga tiket kita hanya bersaing dengan kapal Pelni. Saat itu harga tiket Pelni hanya Rp 20 ribu, sedangkan harga tiket kita Rp113 ribu. Sehingga apabila kedua kapal ini berjalan dalam waktu yang sama, masyarakat lebih memilih Pelni,” katanya kepada sejumlah media.
Menurutnya, perusahaan tidak bisa menyesuaikan harga tiket karena telah ditetapkan didalam ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (Perda) dan tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah. “(Harga tiket PT Sumekar) sudah sesuai Perda,” ungkapnya.
Selain itu sambung dia, kerugian juga disebabkan karena faktor banyaknya karyawan. Sehingga pengeluaran tidak sebanding dengan pendapatan setiap bulan. Saat ini gaji karyawan sudah enam bahkan ada yang tujuh bulan tidak terbayar.
PT Sumekar memiliki jumlah karyawan untuk dua kapal. Namun yang beroperasi hanya satu kapal. Sehingga karyawan untuk satu kapal juga harus digaji meski tidak beroperasi.
“Memang kelebihan karyawan, dan komponen terbesar pengeluaran untuk gaji karyawan,” terang dia.
Meski begitu, Mulyadi mengungkapkan, perusahaan tidak memungkinkan untuk PHK karyawan. Karena mayoritas berstatus karyawan tetap. Sehingga apabila di PHK perusahaan harus memberikan pesangon.
“Mereka bukan kontrak, rata-rata mereka bekerja sejak 2023 dan sudah permanen. Kalau diberhentikan, maka harus membayar pesangon. Ada yang harus dibayar untuk 1 karyawan dengan 20 kali gaji. Itu yang kita belum ada,” jelasnya.
Untuk itu, Mulyadi berharap ada penyertaan modal dari Pemerintah Daerah untuk menopang kerugian dan optimalisasi perusahaan kedepan, termasuk pengadaan armada baru jika dimungkinkan.
“Suntikan dana, dan harapan kami memang ada armada baru,” jelas dia.
(Asm/red)