banner 728x90
Tak Berkategori  

Pengelolaan Asta Blingi Berpolemik, Kuasa Hukum Saleh: Juru Kunci Tak Punya Hak Penguasaan


SUMENEP, (TransMadura.com) –
Pemasangan prasasti cagar budaya dan surat Surat Keputusan (SK) Bupati Sumenep yayasan Sunan Wirokromo Gendang Timur dapat protes Kuasa Hukum H Ahmadi.

Dalam protesnya, dengan pemasangan prasasti itu, H Ahmadi tidak berkenan karena ia merasa lebih berhak sebagai pengelola sekaligus juru kunci.

banner 728x90

Namun protes itu mendapat respon dari YLBH Madura dan tim Cagar Budaya Sumenep.

Kurniadi, SH sebagai Pembina YLBH Madura mengaku bingung atas protes pemasangan Prasasti Cagar Budaya Asta Blingi dan adanya SK Bupati Sumenep.

Menurut Kurniadi, Asta Wirokromo Blingi itu sudah menjadi objek cagar budaya. Sesuai Undang Undang, Pemerintah Kabupaten Sumenep sebagai penguasa objek cagar budaya.

“Keberatan atas pemasangan Prasasti Tugu Cagar Budaya tersebut merupakan keberatan yang tidak beralasan secara hukum karena Pemda memiliki kewenangan memasang tugu prasasti tersebut,” sebut Kurniadi dalam rilis yang diterima redaksi….

Dikatakan, Asta Wirokromo Blingi, Pulau Sapudi, Sumenep sebagai cagar budaya secara tidak langsung menyebut Asta Wirokromo Blingi milik perorangan. Bukan milik H. Ahmadi yang diperoleh dari peninggalan nenek moyangnya.

“Nenek moyangnya H Ahmadi hanyalah “penjaga Asta”. Bukan pemilik. Titik!,” tegas Kurniadi yang juga pengacara Yayasan Sunan Wirokromo Gendang Timur.

Hal senada juga disampaikan Muhammad Saleh, SH selaku Tim Ahli Hukum Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Sumenep.

Saleh balik bertanya atas protes yang disampaikan Kuasa Hukum H Ahmadi terkait pemasangan Prasasti Cagar Budaya Asta Wirokromo Blingi, Sapudi.

“Persoalannya dimana ? Penandatanganan Prasasti Cagar Budaya pada bulan Maret 2020. Masa akhir jabatan KH A. Busyro Karim sebagai Bupati Sumenep pada bulan Februari 2021,” terang M Saleh dalam rilisnya menanggapi protes Kuasa Hukum H Ahmadi.

Terkait SK pemanfaatan Asta Blingi oleh Bupati KH A. Busyro karena jelas akhir jabata. M Saleh menjelaskan, aturan yang melarang Bupati selama enam bulan menjelang masa jabatannya berakhir adalah menyangkut hal-hal yang bersifat strategis, misalnya mutasi eselon.

“Kalau prasasti cagar budaya dan SK pemanfaatan objek cagar budaya adalah menyangkut hak yang note bene tidak bersangkut paut dengan hak orang lain,” sambung M Saleh.

M Saleh mempersilahkan kelompok yang keberatan untuk melapor secara pidana ke Polres maupun ke PTUN.

“Apakah laporan nanti terbukti atau tidak lain soal. Tapi kalau boleh saya sarankan jangan melapor secara pidana, karena tidak ada yang salah. Kalau menggunakan pasal tentang pemalsuan, apanya yang palsu, karena tanah Asta Sinan Blingi memang Tanah Negara seperti yang tercantum didalam SPPT. Kalau menurut saya ajukan gugatan ke PTUN, karena memang ranahnya,” terangnya.

M Saleh juga menyinggung SK Bupati Sumenep yang kalah di PTUN dan SK Baru yang terbit 25 Januari 2021.

Kata Saleh, dua SK Bupati Sumenep itu jelas berbeda. SK lama sebelum ada penetapan sebagai Cagar Budaya terhadap Asta Blingi. Sedangkan SK Baru setelah Asta Blingi ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

“Putusan Pengadilan bertumpu pada Pertimbangan Hukum disebabkan karena Asta Blingi masih belum ditetapkan sebagai Cagar Budaya. Kaidah Hukum mengatakan oleh karena sebabnya sudah bebeda, maka putusannya juga akan berbeda,” jelas M Saleh.

M Saleh juga mempertanyakan dasar H Ahmadi yang terkesan ngotot mempersoalkan pengelolaan Asta Blingi.

“Atas dasar apa H Ahmadi bersikeras mau mengelola/menguasai Asta Blingi? Apakah mengantongi SK Pengelolaan/Penguasaan dari Bupati, seperti pendahulunya yakni Kakeknya Muallima Mabil dan Orangtuanya H. Nur ? H. Ahmadi tidak.memiliki Atas Hak yang sah untuk mengelola/menguasai Asta Sunan Blingi,” pungkasnya.

Seperti diketahui, SK Bupati Sumenep nomor: 188/ 31 /KEP/435. 014/2021, Tertanggal 25 Januari 2021, menetapkan Asta Panembahan Blingi, di Kecamatan Gayam, Kepulauan Sapudi sebagai Cagar Budaya. Sekaligus menetapak Yayasan Sunan Wirokromo Gendang Timur sebagai pengelola dan H Ahmadi sebagai juru kunci asta.

SK tersebut mendapat protes oleh H Ahmadi, putra juru kunci Asta Blingi yang almarhum.

H Ahmadi melalui kuasa hukumnya, Mochammad Chusnul Manap dan Ahmad Azizi menggelar konfrensi pers untuk menyangkal keabsahan SK Bupati tersebut bertempat di Hotel Suramadu Sumenep, pada Rabu malam 30 Juni 2021.

H Ahmadi tidak berkenan karena ia merasa lebih berhak sebagai pengelola sekaligus juru kunci.

Mochammad Chusnul Manap ikut menjelaskan, situs cagar budaya pengelolaannya bisa diambil alih oleh negara apabila ditelantarkan oleh pemiliknya.

Sedangkan H Amadi, kata Manap, terus merawat Asta Panembahan Blingi. “Ini jelas berdasar UU tentang Cagar Budaya Pasal 75 ayat 2,” jelasnya.

(Fero/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *