SUMENEP, (TransMadura.com) –
Kasus laporan dugaan ijazah palsu mantan Kepala Desa (Kades) Guluk-Guluk, Kecamatan Guluk Guluk, Sumenep kembali menghangat. Pasalnya, laporan sejak tahun 2018, bahkan tiga tahun lebih kasus tersebut jalan ditempat, alias tidak ada kabar.
“Ternyata kasus tersebut jalan ditempat, bahkan masih dalam tahap penyelidikan, sungguh ini luar biasa 3 tahun masih tahap penyelidikan,” kata Praktisi Hukum, Syafrawi, SH. Kepada media ini.
Harusnya, Kata Ketua Peradi ini, walaupun dalam Perkapolri no 14 tahun 2012 tidak lagi ada batasan waktu dalam managemen penyidikan, Namun penyidik memperhatikan azas kepatutan sesuai dengan perkaranya.
“Apakah itu masuk kategori perkara mudah, sedang, sulit dan sangat sulit, melihat azas kepatutan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap penyidik betul betul transparan dan profesional dalam menangani kasus itu. “Kalau memang ada kendala ya, harus jelas apa kendalanya, jangan kemudian kasus ini ngendap tidak jelas apa permasalahannya kok sampai 3 tahun masih penyelidikan,” ujarnya.
Menurut pengacara asal Sumenep ini, kalau memang kasus tersebut tidak cukup bukti dinaikkan ke tahap penyidikan, tentunya bisa menghentikan.
“Jangan kemudian membiarkan tanpa ada kepastian hukum bagi terlapor,” ucapnya.
Dirinya dengan tegas menyatakan, Polres harus bisa bersikap atas kinerja anggotanya yang terkesan tidak serius dalam menangani laporan dari masyarakat.
“Pelapor dan terlapor sebenarnya bisa mempertanyakan pada penyidik terkait kasusnya, sehingga kasusnya tidak digantung,” tegasnya.
Kasubag Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti mengatakan, bahwa kasus tersebut masih belum selesai. “Belum selesai, saya masih dirumah sakit mas,” jelasnya, kami, (29/4/2021) melalui sambungan telepon selulernya.
Sebelumnya diberitakan, kasus dugaan pemalsuan ijazah saat mengikuti Pemilihan Antar Waktu (PAW) Desa Guluk-Guluk masyarakat setempat mempertanyakan sampai saat ini tidak ada kepastian hukum.
“Kami menganggap penting untuk dijelasakan oleh Kapolres Sumenep, guna untuk memperoleh kepastian hukum,” kata Ahmad Subli, Ketua FMGD sebagaimana surat yang disampaikan kepada Polda Jatim.
Menurut Subli, laporan kasus tersebut sudah berjalan 3 tahun hingga saat ini terkesan jalan ditempat. “Kondisi tersebut membuat masyarakat kebingungan karena belum menemukan kepastian hukum.
Sehingga, pihaknya mengatakan, masyarakat yang tergabung dalam Farum Masyarakat Desa Guluk-guluk (FMGD) berkirim surat kepada Kepolisian Polda Jawa timur. Surat tersebut sebagai langkah untuk mempertanyakan perkembangan kasus dugaan pemalsuan ijazah atas nama Akhmad Wa’il selaku mantan kepala desa Guluk-guluk.
“Dugaan pemalsuan ijazah itu mulai diketahui saat dilaporkan kepada penegak hukum tahun 2018 lalu. Saat itu ijazah tersebut dipakai untuk pencalonan pergantian antar waktu (PAW) Desa Guluk-guluk,” jelasnya.
Bahkan, kata Subli Akhmad Wa’il kemungkinan besar kembali mencalonkan pada Pemilihan Kepala Desa (Pilkases) serentak yang bakal digelar 9 Juli 2021 mendatang.
Dengan begitu kepastian hukum dari pihak Kepolisian lanjut Subli sangat ditunggu masyarakat Guluk-guluk karena khawatir ijazah tersebut digunakan kembali saat pencalonan. Jika itu terjadi, kata dia akan mempengaruhi pada hasil Pilkades mendatang.
“Sebagai warga Guluk-guluk kami merasa bertanggungjawab secara hukum dan moral agar dalam pemilihan kepala desa khususnya di Desa Guluk-guluk diperoleh secara sah dan tanpa ada pelanggaran hukum,” jelas dia.
Apalagi kata dia sesuai surat klarifikasi dengan nomor 002/IEU/2018 tertanggal 30 Januari 2018 menyatakan nama AW tidak tercatat sebagai mahasiswa berdasarkan pangkalan data perguruan tinggi (PDPT) STIE IEU. Selain itu nomor seri ijazah 006/IEU-S2/IX/2011 dinyatakan tidak sesuai dengan sistem penomoran yang digunakan oleh kampus Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IEU Surabaya.
Surat klarifikasi tersebut ditandatangani oleh Dr. Oscarius Yudha Ari Wijaya, M.H.,M.M selaku Ketua STIE IEU Surabaya. “Dulu saat dimintai keterangan Dr. Oskarius mengatakan bahwa ijazah tersebut tidak ada dalam sistem mereka, bahkan pihak kampus STIE IEU memberikan penjelasan secara tertulis. Masyarakat sangat menginginkan adanya kepastian hukum ini,” jelas Subli.
(Asm/Fero/Red)