SUMENEP, (TransMadura.com) –
Kasus dugaan pemalsuan ijazah saat mengikuti Pemilihan Antar Waktu (PAW) Desa Guluk-Guluk kembali mencuat. Pasalnya, masyarakat setempat, mempertanyakan atas laporan pemalsuan ijazah tersebut sampai saat ini tidak ada kepastian hukum.
“Kami menganggap penting untuk dijelasakan oleh Kapolres Sumenep, guna untuk memperoleh kepastian hukum,” kata Ahmad Subli, Ketua FMGD sebagaimana surat yang disampaikan kepada Polda Jatim.
Menurut Subli, laporan kasus tersebut sudah dua tahun berjalan hingga saat ini terkesan jalan ditempat. “Kondisi tersebut membuat masyarakat kebingungan karena belum menemukan kepastian hukum,” ungkapnya.
Sehingga, pihaknya mengatakan, masyarakat yang tergabung dalam Farum Masyarakat Desa Guluk-guluk (FMGD) berkirim surat kepada Kepolisian Polda Jawa Timur. Surat tersebut sebagai langkah untuk mempertanyakan perkembangan kasus dugaan pemalsuan ijazah atas nama Akhmad Wa’il selaku mantan kepala desa Guluk-guluk.
“Dugaan pemalsuan ijazah itu mulai diketahui saat dilaporkan kepada penegak hukum tahun 2018 lalu. Saat itu ijazah tersebut dipakai untuk pencalonan pergantian antar waktu (PAW) Desa Guluk-guluk,” jelasnya.
Bahkan, kata Subli Akhmad Wa’il kemungkinan besar kembali mencalonoan pada Pemilihan Kepala Desa (Pilkases) serentak yang bakal digelar 9 Juli 2021 mendatang.
Dengan begitu kepastian hukum dari pihak Kepolisian lanjut Subli sangat ditunggu masyarakat Guluk-guluk karena khawatir ijazah tersebut digunakan kembali saat pencalonan. Jika itu terjadi, kata dia akan mempengaruhi pada hasil Pilkades mendatang.
“Sebagai warga Guluk-guluk kami merasa bertanggungjawab secara hukum dan moral agar dalam pemilihan kepala desa khususnya di Desa Guluk-guluk diperoleh secara sah dan tanpa ada pelanggaran hukum,” jelas dia.
Apalagi kata dia sesuai surat klarifikasi dengan nomor 002/IEU/2018 tertanggal 30 Januari 2018 menyatakan nama AW tidak tercatat sebagai mahasiswa berdasarkan pangkalan data perguruan tinggi (PDPT) STIE IEU. Selain itu nomor seri ijazah 006/IEU-S2/IX/2011 dinyatakan tidak sesuai dengan sistem penomoran yang digunakan oleh kampus Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IEU Surabaya.
Surat klarifikasi tersebut ditandatangani oleh Dr. Oscarius Yudha Ari Wijaya, M.H.,M.M selaku Ketua STIE IEU Surabaya. “Dulu saat dimintai keterangan Dr. Oskarius mengatakan bahwa ijazah tersebut tidak ada dalam sistem mereka, bahkan pihak kampus STIE IEU memberikan penjelasan secara tertulis. Masyarakat sangat menginginkan adanya kepastian hukum ini,” jelas Subli.
Kasubbag Humas Polres Sumenep AKP Widiarti belum memberikan keterangan mengenai perkembangan kasus tersebut. “Mau ditanyakan dulu,” katanya saat dikonfirmasi media melalui sambungan teleponnya.
Sementara mantan Kepala Desa Guluk-guluk Akhmad Wa’il belum bisa dikonfirmasi. Saat dihubungi melalui telepon selulernya tidak merespon meski nada sambungnya terdengar aktif. Begitupula saat dikonfirmasi melalui pesan singkatnya (SMS) tidak merespon sampai berita ini ditulis.
(Asm/red)