SUMENEP, (TransMadura.com) –
Soal tambang galian C di kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur yang di tambang dengan cara ilegal tanpa mengantongi ijin disikapi banyak pihak. Bahkan sikap Kepala Bappeda dinilai tutup mata, dengan kenyataan yang ada.
Hal itu disampaikan Praktisi Hukum Syafrawi SH, bahwa sangat mengejutkan sikap kepala Bappeda Kabupaten Sumenep soal galian C perijinannya kewenangan provinsi seakan tutup mata.
“Apakah pengusaha itu punya ijin atau tidak, karena berdalih karena cantolan dalam RT RW yang ada di kabupaten Sumenep tidak terdapat kalimat urukan,” ungkapnya
Padahal, menurut Advokasi ini , adanya galian C ilegal merugikan negara dan merusak lingkungan hidup secara perlahan, yang berdampak kepada terjadinya erosi dan serapan air akan hilang. “Itu sudah jelas sangat merugikan dan dampak jangka panjangnya,” ucapnya.
Selain itu, pihaknya menegaskan, sudah jelas landasan hukumnya sebagaimana dalam pasal 1 ayat 3 UUD ’45 ditegaskan, bahwa negara indonesia adalah negara hukum.
Sehingga, segala tatanan kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara adalah didasarkan atas hukum.
“Sudah jelas dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 45 mengatur, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” ungkapnya.
Oleh karena itu, seharusnya kata Syafrawi ini, pemkab tau data tambang ilegal, sebab area pembangunannya ada di sumenep. Sehingga bisa melakukan kerjasama dengan pihak Dinas ESDM Pemprov.
“Dalam aturannya sudah jelas, setiap penambang galian c harus punya ijin usaha pertambangan (IUP),” ujar Syafrawi yang juga pengamat lingkungan.
Bahkan, bagi penambang yang ilegal itu ada ancaman pidananya dan sanksi denda yang cukup besar. “Saya tidak yakin kalau pemkab tidak tau apakah penambang galian c di Sumenep legal atau ilegal,” ucapnya.
Harusnya, tegas Syafrawi, pemkab bisa memfasilitasi para pengusaha penambang untuk mengurus ijinnya ke pemprov, agar tidak merugikan kepada negara.
“Ini malah seakan tutup mata, tidak mau tau apa yang terjadi, bahkan mirisnya terjadinya kerusakan lingkungan. bukan malah sebaliknya beranggapan jika penambang harus punya ijin, maka beranggapan akan menghambat pembangunan di sumenep, yang logis saja lah,” kesalnya.
Sebelumnya, Kepala Bappeda Kabupaten Sumenep, Yayak Wahyudi, mengatakan, bahwa dalam RTRW tidak tercantum tambang urukan.
“Daerah khususnya di RT RW tidak ada petunjuk atau kalimat tambang urukan, sebab RT RW itu yang menjadi rujukan. “Kalau daerah urukan itu tidak ada kalimat urukan,” ujar Yayak saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Selasa, (16/3/2021).
Ditanya tentang legalitas dan kerugian negara?, Yayak mengaku, belum ada cantolan hukumnya. “Dasar hukumnya dari apa, persoalan legalitas bisa koordinasi dengan yang punya kewenangan,” ujarnya.
Sehingga, dirinya menyatakan dilema, sebab tidak punya kewenangan , karena semua itu ada di provinsi. “Kita mau mengobrak tidak bisa bukan kewenangannya, mau menikmati untuk PAD juga tidak bisa,” tuturnya.
Namun, pembelian timbunan kepada pihak penambang galian C, bagi para pelaku proyek (kontraktor) selama ini, yayak menyatakan secara kucing kucingan yang tetjadi. “saya belum tau persis apakah ada persyaratan harus yang berijin saya belum tau. kalau itu menjadi persyaratan harus yang berijin, saya kira tidak ada pembangunan,” tutupnya.
(Asm/Fero/Red)