SUMENEP, (TransMadura.com) –
Sebentar lagi pemkab Sumenep, Madura, Jawa Timur akan melaksakan pesta Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak.
Namun, rancangan peraturan bupati (perbup) tentang Pilkades itu masih belum usai. Pasalnya,
sejumlah item dalam rancangan aturan itu terbilang masih debatabel, jadi pertentangan.
Salah satunya, berkaitan dengan item kandidat dari luar dan juga pemberlakuan skoring dalam pemilihan tingkat desa ini, sesuai putusan MK (Mahkamah Konstitusi), bacakades itu tidak harus berasal dari desa tersebut. Melainkan calon dari luar juga bisa menjadi pesta demokrasi enam tahunan ditingkat desa.
Hal itu diketahui dalam perdebatan item dari Forum Group Discussion (FGD) yang digelar oleh DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat. “Dari FGD yang digelar masih terdapat beberapa item yang perlu pendalaman terkait Pilkades ini, dan perlu dilakukan kajian,” kata Ketua Komisi I Darul Hasyim Fath.
Salah satu item itu, sambung dia, soal kandidat dari luar tidak serta merta diterima. Melainkan, harus dilakukan uji publik, misalnya dengan prasyarat harus mengantongi 40 persen e KTP (Kartu Tanda Penduduk Elektronik) dari jumlah total penduduk.
“Kalau begitu, dan bisa mengantongi 40 persen berarti teruji dan legitimate. Bukan lantas maju saja,” ujar Politisi PDI Perjuangan ini.
Terpisah juga diungkapkan Nurus Salam, anggota komisi I. Selain soal calon dari luar, dia juga mengkritisi sistem skoring yang akan dilakukan. Yakni, tidak konsistennya penerapan aturan yang di atasnya. Antara menggunakan UU nomor 6/2014 tentang desa dan UU 23 tentang pemerintahan daerah.
“Coba kaji, mantan anggota dewan, TNI dan pensiunan PNS itu hanya mendapatkan skor 7 dan lebih rendah dari Kepala Desa, Ketua BPD (Badan Permusyarawatan Desa) dan perangkatnya. Tapi, perangkat dan kades, termasuk ketua BPD dan anggotanya tidak sama. Kan unik,” ucapnya.
Politisi Gerindra ini menuturkan, kalau acuannya kepada UU Desa, maka wajar, tapi pengalami di desa, Kades dan perangkatnya, Ketua BPDnya harusnya sama. “Bukan malah menjadikan ketimpangan. Karena semuanya itu punya skill dan kemampuan dalam hal memanej desa. Jadi, harusnya sama jika mengacu kepada aturan itu,” tegasnya.
Namun, jika menggunakan UU Pemda, maka idealnya Eks DPRD, TNI akan mendapatkan nilai lebih tinggi. Sebab, skop kerja dan pengalamannya berada di wilayah Kabupaten, di atas desa. “Makanya, penggunaan cantolan yuridis ke atasnya harus konsisten. Ini yang perlu dievaluasi dan dikaji secara mendalam,” tukasnya.
Termasuk, imbuhnya, ada beberapa item lagi yang perlu dilakukan kajian. Ini kan masih rancangan maka sudah bisa dipastikan masih perlu kajian terdalam.
(Red)