SUMENEP, (TransMadura.com) – Pemeriksaan terlapor RM Warga Desa Matanair, Kecamatan Rubaru, di Kantor DPRD Sumenep, Madura, Jawa Timur, dapat kecaman keras.
Bahkan, kasus yang menjerat dari istri ketua dewan akan melebar kepada kasus penyalahgunaan wewenang dalam jabatan yang dilakukann oleh dewan.
“Itu juga masuk pidana, karena pakai fasilitas publik. Penyalahgunaan wewenang kan salah satu unsurnya demi untungnya sendiri maupun orang lain,” Kata Pengamat Hukum, Achmad Supyadi, SH, kepada media ini, Rabu, (7/1/2021) melalui telekonfren.
Menurut Supyadi, karena istri ketua DPRD diperiksa di kantor dewan jelas itu cacat fungsi. Sebab, cacat fungsi tidak ada legaalstending membenarkan.
Sehingga, cacat fungsi karena permintaan keterangan terlapor, terhadap pihak penyidik, itu sifatnya pribadi, tidak ada hubungannya dengan urusan publik dan masyarakat. apalagi urusan kedinasan DPRD sendiri,” ucapnya.
“Jadi cacat fungsinya disitu urusan pribadi dicampur adukkan dengan fasilitas negara atau fasilitas publik. Lagian kenapa penyidik mengistimewakan, harusnya jangan diistimewakan lah, karena itu statusnya terlapor,” ujarnya.
Sehingga, sehingga, pihak pemyidik.jangan sampai ada perbedaan karena ini pidana bukan perdata. “kalau pidana itu tidak bisa mencatut dan tidak bisa digantikan , ya personnya langsung terlibat,” ungkapnya.
Apakah istrinya sangsinya dipidana hukuman penjara apakah bisa digantikan orang lain?. Menurutnya, pihaknya dengan tegas menyampaikan tidak bisa. “Itu harusnya kalau permitaan itu dilihat apakah fasilitas itu menggunakan fasilitas negara untuk publik atau bukan,”
Sehingga, penyidik berhak menolak dan tidak memanjakan pihak terlapor. “pihak terlapor ini rentan terbukti atas laporan itu, karena itu sangat besar pengaruhnya dengan proses hukum maupun proses berjalannya kasus itu sendiri,” ucap Pria asal kepulauan ini.
Sementara Ketua BK (Badan Kehormatan) DPRD Sumenep, K Sami’uddin menyangkal dengan pemeriksaan yang dilakukan di Kantor DPR.
“Selama pemeriksaan istri ketua Dewan tidak ada yang tau,” ngakunya saat dikonfirmasi media, kamis (7/1/2021).
Sehingga, kalau secara aturan penyidikan dilakukan dimana saja, jelas Politisi PKB ini, harusnya sebelumnya ada surat pemberitahuan dulu. “Kami sebagai ketua BK harus menjaga marwah lembaga DPRD. ya juga termasuk ketua Dewan dan anggora 50 orang lainnya, juga termasuk saya, harus menjaga marwah lembaga.
“Tapi tidak termasuk istrinya ketua DPR,” ucapnya.
Ditanya apakah pemeriksaan permintaan di kantor DPRD tidak menyalah gunakan wewenang dalam jabatan?, Sami’uddin menegaskan itu yang tau pihak hukum. “kalau itu yang tau polisi.
Dia juga berharap, kedepannya harus ada surat pemberitahuan kalau gedung ini akan dijadikan tempat pemeriksaan laporan kasus itu. “Artinya tidak sewenang wenang dalam melakukan tindakan,” tutupnya.
Sebelumya diberitakan, kasus dugaan penipuan tes CPNS tahun 2013 yang dilaporkan ke polres Sumenep terus bergulir. bahkan penyidik pihak baju coklat ini sudah melakukan pemeriksaan terhadap terlapor, yakni inisial RM warga Desa Matanair, Kecamatan Rubaru.
Menariknya, terlapor RM diperiksa di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD). “Penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap terlapor pada hari Kamis (31/12/2020) lalu,” kata Kasatreskrim Polres Sumenep, AKP Dhani Rahadian Basuki, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Senin (04/01/2020) pagi.
Namun, pemeriksaan terhadap perempuan ini di Kantor Dewan itu, kata pria kalem ini, yang diduga sebagai istri salah satu pimpinan DPRD Sumenep, atas permintaan pihak terlapor.
“Permintaan ketua dewan kalau tidak salah, atau si terlapor minta diperiksanya di sana (Kantor DPRD Sumenep, red),” jelas Dhani tanpa menjelaskan alasan permintaan oleh pihak terlapor tersebut.
Seperti diketahui, kasus dugaan tindak pidana penipuan tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Sumenep ini kembali mencuat setelah dilaporan oleh JM, Warga Ambunten ke Polres setempat.
Dugaan tindak penipuan CPNS 2013 lalu itu, korban mengaku diiming-imingi menjadi abdi negara oleh RM (istri ketua DPRD Sumenep), warga Desa Matanair, Kecamatan Rubaru.
RM dilaporkan JM, Warga Ambunten ke Polres Sumenep, pada 24 Agustus 2020 lalu. Dengan dasar bukti lapor LP-B/195/VIII/RES.1.11/2020/RESRKRIM.SPKT Polres Sumenep. Dugaan penipuan itu terjadi lantaran korban juga sudah menyetor sejumlah uang kepada terlapor.
Dalam laporannya, dugaan penipuan itu berawal saat korban berkeinginan menjadi pegawai negeri. Korban yang tengah mencari jalan untuk bisa lolos, bertanya kepada temannya FAT dan diarahkan ke terlapor, RM. Akhirnya, korban langsung mendatangi terlapor dan menjalin komunikasi.
Sehingga, setelah itu akhirnya terlapor mengaku bisa meloloskan menjadi CPNS. Tentunya, dengan membayar uang sebesar Rp 60 juta, itu dibayar lunas ketika sudah ada SK (Surat Keputusan).
Dalam perjanjian, korban ini tetap harus membayar uang muka atau DP (down payment). Maka, korban menjadi tertarik, dan kemudian menyerahkan uang sebesar Rp 40 juta. Sementara sisanya akan dibayar setelah lolos dan SK keluar.
Beberapa bulan berikutnya, terlapor meyakinkan korban dengan menyatakan SK sudah ada, dan meminta untuk dijemput di rumahnya. Sayangnya, SK tersebut disinyalir palsu, karena korban tetap tidak diangkat sebagai ASN.
(Asm/Fero/Red)