SUMENEP, (TransMadura.com) –
Pupuk bersubsidi tahun 2021 dipastikan ada kenaikan harga eceran tertinggi (HET). Paslanya, kenaikan harga dibandingkan dengan tahun 2020 sesuai dengan penerbitan permentan harga eceran tertinggi 2021.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan (Dispertahortbun), Arif Firmanto, S.TP., M.Si, bahwa harga pupuk tahun 2021 ini ada kemaikan harga.
“2021 pupuk ada kenaikan harga HET,” katanya.
Semua itu, jelas Arif, sesuai Kementerian Pertanian penerbitan Permentan nomor 49 tahun 2020 yang mengatur tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021.
“Dalam peraturan tersebut, harga pupuk urea yang semula Rp1800/kg, naik Rp450 menjadi Rp2.250/kg, lalu pupuk SP-36 dari HET Rp2.000/kg naik Rp400 sehingga menjadi Rp2.400/kg.
Selain itu, pupuk ZA mengalami kenaikan Rp300 menjadi Rp1.700/kg dan pupuk organik granul naik sebesar Rp300, dari yang semula Rp500/kg menjadi Rp800/kg. Hanya pupuk jenis NPK yang tidak mengalami kenaikan HET dan tetap Rp2.300/kg.
Sementara sambung Arif untuk kuota pupuk subsidi tahun 2020 saat ini sudah tersalurkan semua. “Kalau pupuk tahun 2020 pasti sudah selesai dan terbeli semua oleh petani,” ujarnya.
Sehingga, Kadis ini berharap kepada para petani, pemamfaatan pupuk bersubsidi dilakasakan secara bijak. Sehingga produksi tanaman mereka bisa semakin meningkat dan kesejahteraan juga semakin meningkat.
“Selain bantuan bantuan diluar subsidi, pemakaian pupuk kimia harus semakin rendah, agar tidak akan terjadi kerusakan pada tanah, pemakaian pupuk kimia lebih ekonomis dan berimbang,” jelasnya.
Sebab, pemakaian pupuk yang tidak berimbang, apalagi lebih memperoritaskan kimia, maka akan berdampak pada kesuburan tanah menjadi kurus. sehingga berpengaruh kepada Sulfur yang merupakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.
“Sulfur itu membutuhkan dalam jumlah cukup banyak (makro sekunder). Tanaman mengambil sulfur dari tanah dalam bentuk sulfat (SO42) dan sebagian kecil dari udara dalam bentuk SO2. Bentuk sulfur dalam tanah terdapat dalam bentuk anorganik dan organik,” ucapnya.
Sehingga, petani harus mengikuti anjuran pemerintah penakian secara tehnis tidak hanya terpaku dengan pupuk kimia, untuk menjaga struktur tanah supaya tidak rusak, pakailah organik itu. “untuk menjaga eko sintem tanah dan hasil tanam yang ekonomis, pakailah juga bahan organik,” tutupnya.
Selain itu, Kadis inovatif ini, juga menyampaikan tehnis pemakaian atau takaran pupuk kimia secara berimbang. Sihingga, takaran yang harus di ikuti tahapan dengan dosis tanaman Padi luas per 1 hektar, yakni urea 250 kg. NPK Phonska 250 kg, dan 500 kg petroganik.
“Sedangkan komudite jagung, dosis takaran pupuk, 300 kg urea, 300 kg NPK Phonska, 500 kg petroganik.
(Asm/Red)