SUMENEP, (TransMadura.com) — Laporan Paslon Fatta Jasin- Kiai Ali Fikri ke Bawaslu Sumenep, Kecaman terus bantahan bermunculan, bahkan dinilai itu hanyalah mimpi. Pasalnya perihal permintaan pelapor ke Bawaslu untuk mendiskualifikasi Fauzi-Eva dinilai hal biasa.
Kali ini, Koordinator Tim Hukum Relawan Fauzi-Eva, Rausi Samorano mengatakan, apa yang dilakukan pasangan nomor urut 02 itu hal biasa. Mereka berupaya untuk menang lewat jalan tengah, meskipun pada proses pesta demokrasinya mereka kalah. Ia-pun menganggap upaya itu sebagai mimpi belaka.
“Permintaan diskualifikasi dari Paslon 02 itu hal biasa, dalam posisi kalah atau potensial kalah ya akan melakukan langkah apapun untuk menjadi menang, salah satunya dengan cara potong kompas, kalah di pemilihan, mau menang di penetapan, walaupun anggap saja itu mimpi, tapi menurut saya gak ada masalah,” katanya kepada media ini, Selasa (15/12/2020).
Ia menjelaskan, upaya pelaporan itu memang salah satu jalan yang bisa dilakukan. Pasalnya, peluang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sangat tipis. Hal ini karena sesuai aturan, prasyarat gugatan ke MK, untuk DPT antara 500 ribu hingga 1 juta harus berselisih maksimal 1 persen. Sedangkan, DPT Sumenep sendiri di angka 800 ribuan.
Sedangkan, kata Rausi melihat progres Sirekap KPU yang sudah hampir mencapai 100 persen, pasangan Fauzi-Eva masih unggul sekitar tiga hingga empat persen. Hal ini, tidak akan berubah jauh dengan proses rekapitulasi manual oleh KPU yang akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Mungkin karena langkah hukum ke MK itu sudah tertutup, karena prasyarat utamanya salah satunya yakni prosentase selisih suara untuk 1 persen. Melihat perkembangan sirekap KPU itu kemenangan paslon 01 sekitar tiga hingga empat persen. Oleh karena itu mereka berupaya meminta paslon 01 didiskualifikasi melalui Bawaslu,” jelasnya.
Ia mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan laporan Paslon FJ-Mas Kiai. Hanya saja, ada mekanisme yang harus dilakukan. Kendatipun keluar rekomendasi diskualifikasi dari Bawaslu, hal demikian masih dapat digugat ke PTUN.
“Permintaan diskualifikasi itu boleh-boleh saja, apa akan dikabulkan?, ya tidak begitu, bahkan ada yang dikabulkan masih digugat ke PTUN kalah. Jadi ya biasalah ini dalam proses demokrasi, orang yang kalah itu akan melakukan apapun untuk menjadi menang, walaupun itu tidak masuk akal,” tegasnya.
Menanggapi laporan itu sendiri, Rausi mengatakan, Fauzi selaku calon bupati tidak mungkin bisa melakukan mobilisasi massa melalui kades maupun camat. Fauzi dinilai tidak memiliki kemampuan untuk melakukan itu, karena sejak penetapan oleh KPU, Fauzi sedang cuti sebagai wakil bupati. Sehingga ia tidak memiliki kekuasaan melakukannya.
“Kalau dalam posisi cuti ini dianggap masih melakukan pressure, ini tidak logis. Ini yang saya kira agak rancu, kalau dia dianggap memobilisasi mantan anak buah atau anak buahnya untuk melakukan langkah-langkah tertentu untuk pengamanan suaranya, ini perlu dipertanyakan,” kata Advokat kenamaan itu.
Lebih lanjut, Rausi juga menjelaskan, dengan pasal yang digunakan pelapor, ada proses yang harus dilakukan, salah satunya maksimal 12 hari sejak laporan diterima harus ada keputusan. Sedangkan, kata Rausi penetapan oleh KPU sudah dalam waktu dekat.
“Tapi biar saja proses itu berjalan, anggap saja ini bagian dari dinamika demokrasi agar kekecewaan itu tidak terlalu mengguncah, agar ada sedikit hiburan bahwa mimpi untuk jadi bupati tanpa memenangkan suara itu masih ada, walaupun ini semacam obsesi walau kadang-kadang tidak terjadi juga, tapi jangan dihalangi, biarkan dia berasumsi akan memang,” tukasnya.
(Asm/Red)