banner 728x90
Tak Berkategori  

Bantuan DD-ADD Miliaran Rupiah Tak Bisa Atasi Kekeringan di Sumenep


SUMENEP, (TransMadura.com) –
Anggaran bantuan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang terus dikucurkan pemerintah ke Desa hingga miliaran rupiah tampaknya belum terlihat berdampak ke masyarakat.

Buktinya, tahun 2019 plafon DD untuk Kabupaten Sumenep sekitar Rp123 miliar. Dengan plafon anggaran yang cukup besar ditambah ADD, maka pagu bantuan yang dikelola oleh desa rata-rata diatas Rp1 miliar lebih.

banner 728x90

Namun, meski mayoritas penggunaannya untuk pembangunan infrastruktur, fakanya belum berdampak pada masyarakat, utamanya saat musim kemarau.

Sehingga, saat musim kemarau panjang sejumlah daerah masih alami kekeringan. Tidak hanya di kecamatan daratan, di daerah kepulauan seperti yang dialami sebagian warga Kecamatan Kangayan, Pulau Kangean.

“Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, mereka harus membeli yang dipasok dari pulau lain.Harus ada evaluasi atas penggunaan DD maupun ADD. Kami kira persoalan kekeringan ini menjadi urgen di masyarakat,” kata Rausi Samorano, Pengamat Kebijakan Publik dan Advokasi,

Sehingga, Pemerintah Daerah, kata rausi, mestinya bisa meberikan pandangan atas kebutuhan masyarakat. “Jadi,  penggunaan DD-ADD setiap tahun tidak hanya pembangunan jalan, apalagi gapura yang manfaatnya kurang di rasakan oleh masyarakat,” jelasnya.

Baca Juga :   Diduga Skenario Plt Kapus, Bendahara Puskesmas Sapeken Buka Bukaan

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumenep beberapa waktu lalu meminta desa saling bersinergi dengan desa lain untuk memenuhi kebutuhan air saat musim kemarau. Sehingga kebutuhan air di desa tertentu bisa terpenuhi.

“Kita upayakan antar desa, ini merupakan program kami dalam jangka panjang. Kalau jangka pendek, kami akan menyalurkan bantuan berupa suplai air,” kata R. Rahman Riadi, Kepala BPBD Sumenep,

Pola pemenuhan kebutuhan air itu kata dia bisa menggunakan dana desa (DD). Sesuai aturan, DD bisa digunakan untuk penanggulangan bencana salah satunya kekeringan.

Dengan begitu, maka desa yang memiliki sumber mata air bisa melakukan kerjasama dengan desa yang krisis air bersih ketika musim kemarau. “Sesuai Permendes (Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi) itu (DD) boleh digunakan untuk bencana,” jelasnya.

Selain itu, kerjasama antar desa juga bisa dilakukan dalam pengadaan sarana. Semisal pengadaan tandon air, sebab hasil evaluasi yang dilakukan, jika pola pendistribusian dilakukan dengan cara manual dengan cara drigen dijejer saat pendistribusian, maka droping air yang dilakukan sangat lambat.

Baca Juga :   Inovasi Kades Rombiya Timur, Bangun Wisata Sombher Raje Terwujud Sumbang PADes Puluhan Juta

Namun, jika tandon air sudah tersedia maka pendistribusian akan semamakin cepat. “Sekali droping kami kirim 6 ribu liter, kalau memakai pola tradisional maka membutuhkan waktu 1,5 jam. Tapi, kalau tandon air sudah ada, pendistribusian hanya butuh 15 menit. Sehingga prosesnya lebih cepat untuk bergerak ke daerah lain, kami kira ini efektif,” jelasnya.

Selain ada upaya membantu antar desa, kata dia juga bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan desa melalui PADes. “Itu bisa diatur nanti di APBdes,” tegasnya.

Sesuai data BPBD, terdapat 27 desa yang rawan kekeringan, 10 desa masuk kekeringan kritis dan 17 desa lain masuk zona kekeringan langka.

Kategori daerah kering langka apabila masyarakat untuk mendapatkan air bersih harus menempuh jarak diatas 3 kilometer. Sementara kriteria desa kering langka apabila untuk mendapatkan air bersih berjarak 0,5 – 3 kilometer.

(Asm/Fero/Red)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *