banner 728x90
Hukum  

Laporan Dugaan Penipuan CPNS Istri Anggota DPRD Dicabut, Ini Alasannya


SUMENEP, (TransMadura.com) –
Laporan dugaan kasus penipuan modus meloloskan CPNS dugaan dilakukan istri anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep inisial Hj RW telah dicabut.

Hal itu disampaikan Kasubag Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, bahwa kasus tersebut dicabut dengan alasan sudah selesai dikembalikan dan mengganti kerugiannya.

banner 728x90

“Itu kan sudah selesai itu. Sudah dikembalikan semua itu. Iya (dicabut),” kata Kasubag Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti saat dihubungi melalui sambungan telephonnya, Rabu (04/09/2019).

Alasan pencabutan, kata Widi itu, karena pelapor sudah diberikan ganti rugi oleh pelaku. Namun, Widi tidak menjelaskan waktu laporan itu dicabut. “Itukan karena sudah dikembalikan semua alasannya. Diganti rugi sudah,” tambahnya.

Ach. Supyadi selaku kuasa hukum pelapor membenarkan, laporan yang dilayangkan kliennya ke Polres Sumenep sudah dicabut. “Ya akhirnya sepakat bahwa laporan dicabut. Yang bersangkutan bersedia membayar. Tapi masih berjanji bulan September ini,” katanya.

Supyadi menjelaskan, terlapor memberikan jaminan berupa sertifikat rumahnya yang ada di Desa Pamolokan, Kecanmatan Kota Sumenep kepada korban.

Baca Juga :   Press Reliase Dandim 0827/Sumenep: Penemuan 35 Kg Narkoba Baru Terbesar di Perairan Jatim

Dengan demikian, kata Supyadi jika bulan ini Hj. RW belum bisa memenuhi janjinya, maka rumah tersebut akan dijual oleh korban. “Ya rumahnya bisa dijual oleh klien saya,” jelasnya.

Sebelumnya, Rini Ramila Yanti warga Desa Kolor, Kecamatan Sumenep, melaporkan Hj. RW ke Mapolres Sumenep. Sebab Hj. RW diduga melakukan penipuan berupa iming-iming pengambilan CPNS dengan syarat membayar uang hingga Rp 150 juta. Laporan itu dibuktikan dengan SPKT Polres Sumenep, dengan bukti laporan polisi nomor STPL/05/1/2019/Jatim/RES SMP, tertanggal kamis, 10/1/2019.

Kronologi dugaan penipuan itu, terlapor selaku warga Desa Matanair, Kecamatan Rubaru, menawarkan jika akhir tahun 2014 ada pengambilan CPNS dengan cara ikut tes langsung mendapatkan SK. Dengan syarat harus ada uang sebesar Rp 60 juta. Namun yang masuk Kategori dua (K2) atau sebesar Rp 150 juta kebijakan tanpa ikut tes.

Rini yang aktivitasnya sehari-hari sebagai ibu rumah tangga itu tertarik dengan tawaran Hj. RW, dengan mengikut sertakan 4 orang keluarganya yang ingin jadi PNS dengan transaksi pembayaran pertama atau DP sebesar Rp. 60 juta.

Baca Juga :   Bendahara Puskesmas Sapeken Relakan Lepas Jabatan, Dipaksa Mundur?

“Sementara transaksi pembayaran kedua sebesar Rp 20 juta dan pembayaran terakhir Rp 30 juta. semua itu pembayaran tersebut ada kwitansinya yang ditanda tangani oleh Terlapor sendiri,” kata Rini Ramila Yanti melalui Kuasa Hukumnya Ach Supyadi, Kamis, (14/3/2019).

Namun, kata Supyadi kliennya tidak lolos meski sudah memberikan uang pembayaran. “Pada saat itu, terlapor masih bisa berbohong, bahwa mereka itu akan lulus pada ujian atau tes susulan,” ucapanya.

Beberapa bulan kemudian, terlapor (RW) memberikan foto copy penetapan NIP CPNS pusat, kepada Pelapor dan mengatakan bahwa 4 orang keluarga pelapor tersebut, sudah lulus.

“Kemudian Terlapor meminta kepada Pelapor agar membayar sisanya yang kurang yaitu sebesar Rp. 310 juta, tapi Pelapor bilang akan bayar kalau SK-nya yang asli sudah turun,” jelasnya.

(Fero/Madi/Red)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *