BANGKALAN, (Transmadura.com) –
SMAN 2 Bangkalan akan membangun mushala dan lapangan basket. Namun anggarannya bukan dari pemerintah, melainkan menarik sumbangan Rp 300 ribu per siswa. Kebijakan ini mendapat protes keras dari sejumlah wali murid.
Jumlah total siswa SMAN 2 Bangkalan sebanyak 1.184 orang. Jika per siswa menyumbang Rp 300 ribu, dana yang terkumpul mencapai Rp 355.200.000.
Protes dilontarkan salah seorang wali murid SMAN 2 Bangkalan berinisial RH Rabu (27/9). Menurut perempuan asal Kecamatan Bangkalan itu, keluhan juga tidak dari dirinya. Sebab, selain dibebani penarikan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), siswa masih diharuskan membayar uang pembangunan sekolah.
Perempuan berusia 32 tahun itu mengakui, pihak SMAN 2 Bangkalan sudah mengumpulkan wali murid untuk membicarakan kebijakan sumbangan pembangunan tersebut. Meskipun demikian, dirinya dan sejumlah orang tua siswa tidak setuju dengan penarikan sumbangan.
Dia menilai, penarikan uang pembangunan itu tidak wajar. Sebab setelah pembahasan panjang pada saat musyawarah, sekolah menetapkan sumbangan per siswa sebesar Rp 300 ribu. Menurut informasi, uang tersebut nantinya akan digunakan untuk pembangunan lapangan basket dan musala sekolah.
Menanggapi hal itu, Kepala SMAN 2 Bangkalan Abdus Syakur membantah jika penarikan uang pembangunan tersebut diwajibkan kepada semua siswa. Sebab sumbangan bersifat sukarela. Dengan kata lain, bagi yang tidak mampu bisa memberikan keterangan jika tidak bisa ikut memberikan sumbangan. Penarikan tersebut juga bukan pungutan liar (pungli).
Syakur mengaku sudah membicarakannya terlebih dahulu dengan komite sekolah sebelum memusyawarahkannya dengan wali murid. Dari hasil musyawarah telah disepakati sumbangan sebesar Rp 300 ribu per siswa. Dengan catatan, bagi wali murid yang mampu. Jika tidak mampu bisa mengosongkan surat pernyataan untuk menyumbang.
Semua siswa diharuskan membayar sumbangan pembangunan tersebut. Juga bisa dicicil paling lama lima bulan. Padahal, kata dia, banyak wali murid yang kurang setuju dengan adanya penarikan tersebut.
”Ada yang setuju, ada yang tidak. Kalau yang mampu tidak masalah. Yang miskin ini malah ditambah tanggungan lagi. Kenapa tidak mengajukan ke pemerintah saja buat pembangunan,” ungkapnya kecewa.
”Awalnya diminta Rp 400 ribu per siswa untuk kelas X, Rp 550 ribu untuk kelas XI, dan Rp 700 ribu untuk kelas XII. Banyak yang tidak setuju. Setelah dilobi-lobi, sekolah menetapkan Rp 300 ribu per siswa,” ungkapnya.
”Kayaknya, semuanya diharuskan membayar,” ungkapnya.
”Untuk menambah fasilitas sekolah. Yakni musala dan lapangan basket. Kalau tidak mampu, tidak usah bayar. Seikhlasnya saja,” sergahnya.
”Kalau pungli itu kami langsung meminta uang. Kalau ini kami masih rembukkan dengan wali murid. Mau nyumbang, silakan. Kalau tidak, ya kan sudah ada surat pernyataannya,” dalih Syakur
(Red)