Remaja Penderita TBC Tulang

Pamekasan, (Transmadura.com) –
Lusi Lutfiyanti (16), remaja asal Desa Branta Pesisir, Kecamatan Tlanakan. Karena faktor kemiskinan dan belum ter-cover BPJS Kesehatan, penyakit TBC tulang yang dideritanya tidak tertangani.

Lusi Lutfiyanti, gadis berkaus kuning itu, terbaring lemas. Tatapan matanya kosong, mengarah pada langit-langit rumah. Bibirnya kering dan tubuhnya kurus. Tulang punggungnya tampak menonjol akibat sakit yang diderita.

Selimut cokelat menjadi teman setianya di rumah berdinding hijau itu. Sudah sekitar lima bulan lebih dia sakit. Oleh dokter yang menangani, dia divonis menderita penyakit TBC tulang.

Lusi merupakan putri dari pasangan Nur Lilik dan almarhum Abdul Sayyid. Setelah ibunya menikah lagi dan ikut suaminya, Lusi tinggal bersama neneknya, Syafiah. Syafiahlah yang menemani hari-hari Lusi, khususnya saat penyakitnya semakin terpuruk.

Menurut Syafiah, awalnya Lusi mengeluh sakit tulang di sekitar punggung. Keluhan itu disampaikan sekitar lima bulan lalu. Seluruh badannya juga panas.

Ketika berbicara, suara Lusi terdengar pelan. Dari raut wajahnya, ada rasa sakit yang dia tahan. Untuk berbicara saja, Lusi harus menahan rasa sakit. Penyakit lumpuh yang dialaminya membuat pikiran siswa kelas VIII MTs Al-Amin Tlanakan ini semakin jenuh.

Bagi Lusi, lima bulan tak bisa beraktivitas bukanlah waktu yang singkat. Apalagi dia masih dalam usia sekolah. Kepada Jawa Pos Radar Madura, dia mengaku sangat rindu dengan teman-temannya di sekolah.

Keinginan kembali ke sekolah inilah yang membuat perasaan Syafiah, nenek yang merawatnya, remuk redam. Apalagi Lusi berkali-kali mengatakan ingin punya kursi roda. Padahal, Syafiah tidak punya banyak uang untuk membeli kursi roda untuk cucu tercintanya itu.

Secara medis, Lusi juga tidak tertangani dengan baik. Meski sudah lumpuh, dia belum pernah diopname di rumah sakit. Alasan biaya membuat dia hanya dirawat di rumah. Terlebih sampai saat ini Lusi belum terdaftar di BPJS Kesehatan. Padahal di lingkungannya, keluarga Lusi tergolong miskin dan sewajarnya mendapat jaminan kesehatan dari pemerintah.

Penderitaan Lusi ini membuat banyak pihak prihatin. Ketua Komisi I DPRD Pamekasan Ismail menyayangkan karena warga yang tidak mampu itu tidak ter-cover BPJS Kesehatan.

Padahal, menurut dia, pemkab sudah menyediakan Rp 10 miliar untuk penerima bantuan iuran daerah (PBID) bagi warga miskin yang tidak ter-cover BPJS Kesehatan dari APBN.

Anggaran besar itu sampai saat ini belum terserap 100 persen. Sementara pada saat yang sama, banyak warga miskin yang tidak ter-cover BPJS Kesehatan.

Di tempat terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Pamekasan Ismail Bey mengatakan, anggaran Rp 10 miliar untuk 43 ribu warga miskin yang tidak ter-cover APBN. Sampai saat ini, baru sekitar 25 ribu warga miskin yang menyerap anggaran tersebut. Sedangkan sisanya belum masuk.

”Kenapa belum masuk, sedangkan uang sudah ada? Mereka belum lengkap syarat administrasinya setelah dilakukan verifikasi oleh bappeda,” jelas Ismail Bey.

”Dia sakit sekitar lima bulanan. Tapi kalau yang lumpuh sekitar tiga bulan lalu,” pungkasnya.

”Saya ingin masuk sekolah. Saya rindu sama teman-teman,” ujar Lusi dengan suara terbata-bata.

”Ini butuh kesigapan dari bawah. Jadi, semuanya harus diusulkan. Yang prioritas itu harus diutamakan,” ujar Ismail.

Ismail Bey mendesak para stakeholder mendaftarkan Lusi ke bappeda agar bisa menikmati layanan BPJS Kesehatan. Dia berharap satu atau dua hari kartu BPJS Kesehatan milik Lusi bisa diterima.

”Nanti surat rujukan juga disiapkan oleh Puskesmas Tlanakan agar segera diperiksa secara medis di RSUD Pamekasan. Bahkan kalau perlu dirujuk ke rumah sakit di Surabaya,” tegasnya. (Red)

Exit mobile version