Tak Berkategori  

Polairud Terkesan Sengaja Membiarkan Konflik Nelayan Tradisional dan Sarkak di Sumenep, Ada Apa?

SUMENEP, (TransMadura.com) –
Konflik nelayan pengguna jaring pasif (Bubu) dan pengguna Jaring Sarkak di Sumenep terus berlanjut. Pasalnya, nelayan tradisional melakukan tuntutan terhadap Kepolisian Air dan Udara (Pol Airud) Polres Sumenep dalam penertiban pengguna Sarkak dilarang beroprasi di perairan zona terlarang.

Namun semua itu Pol Airud terkesan pembiaran terhadap nelayan yang beroprasi menggunakan alat tangkap ikan penggaruk bermotor berupa sarkak dibawah jarak 2 mil yang telah diatur sesuai Peraturan Menteri (Permen) -KP/71/2016.

Sehingga, kesekian kalinya warga nelayan tradisional harus mengambil tindakan sendiri dengan menangkap kapal nelayan beroprasi diperairan Talango yang menggunakan alat tangkap ikan penggaruk bermotor berupa sarkak, merusak ekosistem laut dan merusak jaring milik nelayan tradisional.

Ketua Aliansi Masyarakat Nelayan dan Pemerhati Ekosistem Laut AMN-PEL Sumenep, Hendri Kurniawan, mengatakan, harusnya Kepolisian Air dan Udara inten melakukan oprasi melakukan penertiban dan penindakan terhadap nelayan melanggar peraturan yang merugikan nelayan pengguna jaring pasif (Bubu). apalagi dapat merusak ekosistem laut.

“Ini sangat janggal sudah berkali kali kami menangkap nelayan beroprasi dibawah jarak 2mil dari bibir pantai dan diserahkan ke Polarud setempat, namun tidak ada penidakan tegas,” katanya.

Hal ini kata hendri, tidak ada ujung selesainya terus terjadi konflik, kalau tidak ada tindakan tegas dari aparat yang berwenang dalam hal ini polairud Polres Sumenep.

“Kalau seperti ini terus, bisa saja kami menduga polairud ada kongkalikong yang selama ini terkesan membiarkan warga nelayan berkonflik terus menerus, dimana rasa perlindungan polairud dan penindakan nelayan yang benar benar sudah melanggar Peraturan Menteri (Permen) – KP/71/2016,” keluhnya.

Hendri berharap polisi segera melakukan proses hukum terhadap nelayan yang melanggar zona terlarang. Hal itu agar dapat memberikan efek jera terhadap nelayan pengguna alat tangkap sarkak yang dapat merusak ekosistem laut.

“Proses hukum ini diharapkan sebagai solusi terbaik untuk menjaga kondusifitas antar nelayan yang selama ini terjadi konflik, karena selama ini jaring sarkak disinyalir menjadi penyebab utama hilang dan rusaknya alat tangkap pasif seperti bubu milik nelayan setempat,” ucap Hendri saat dihubungi media ini.

Namun sayangnya Kepala Satuan Polisi Air dan Udara (Kastpol Airud) Kalianget , Ludwi tidak merespon saat dihubungi melalui telepon genggamnya untuk konfirmasi terkait dengan persoalan tersebut.

Sebelumnya, Dimotori Pokmaswas Kecamatan Talango, nelayan bersama dengan dua orang dari Danposramil Talango terpaksa harus menangkap kembali kapal nelayan asal Pademawu, Kabupaten Pamekasan, beroprasi diperairan wilayah zona terlarang, Kamis (28/02/2019).

Penangkapan tersebut berawal dari patroli dilakukan nelayan Talango. Para nelayan melihat kapal yang diduga melakukan alat tangkap ikan penggaruk bermotor berupa sarkak dibawah jarak 2 mil dari bibir pantai Kecamatan Talango.

Dengan disaksikan kuasa hukum Pokmaswas Kecamatan Talango, Kamarullah, nelayan beserta barang bukti lainnya seperti alat tangkap ikan berupa sarkak dan rajungan diserahkan ke Satpolairut Kalianget untuk dilakukan agar dilakukan penegakan hukum, pad Kamis, (28/2/2019). (Asm/Red)

Exit mobile version