Tak Berkategori  

Sekdes Prenduan Ditahan Terjebak Program Pemerintah

SUMENEP, (TransMadura.com) –
Sekretaris Desa (Sekdes) Prenduan, Kecamatan Pragaan, Mahtum Shaleh. ditahan sebagai tersangka kasus pungli PTSL oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep, Madura, Jawa Timur pada 24 September 2018 lalu.

Namun hal ini, tersangka menunjuk atau memberi surat kuasa hukum kepada Ach Suptadi SH, untuk melakukan action pembelaan hukum secara benar terhadap kasus yang menjeratnya.

“Saya sudah resmi ditunjuk sebagai kuasa hukum sebagai pembelaan terhadap klien Maktum Sahaleh (Tersangka),” kata Ach Supyadi SH.

Dia memparkan pembelaan kepada media ini, bahwa Sekdes Prenduan kliennya yang disangkakan dan ditahan itu, karena terjebak dengan program pemerintah. “Saya kira sekdes ini terjebak dalam program pemerintah, sehingga mereka ditahan,” ungkapnya.

Hal ini menurut Supyadi, berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, pada 22 Mei 2017 di Jakarta, juga berdasarkan surat edaran gubernur Jawa Timur yang menetapkan jenis kegiatan, jenis biaya, dan besaran biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan persiapan pendaftaran tanah.

“Sesuai yang tercantum dalam SKB, biaya pembuatan sertifikat tanah melalui prona / PTSL tercantum hanya Rp 150.000,– dengan empat patok dan dua materai. Akan tetapi, realita di bawah biaya lebih dari itu. karena yang digunakan di Madura bukan kavling, maka biayanya pasti lebih,” jelasnya.

Sedangkan di Madura, satu petak bisa membutuhkan patok lima sampai delapan buah, juga materainya bisa membutuhkan tujuh hingga delapan, “Lalu dari mana biaya itu didapatkan, yang jelas kalau biayanya ditanggungkan ke pemilik lahan. Apa itu disebut pungli?.

Sementara pada surat edaran disebutkan bahwa jika ada kekurangan biaya maka kekurangannya itu dibebankan kepada pemohon yaitu pihak desa, lalu desa mau dapat dari mana atas kekurangan itu kalau tidak dari masyarakat yang mengajukan sertifikat.

Sementara klien kami ini melakukan tambahan biaya kepada masyarakat sudah berusaha untuk sesuai aturan, buktinya dengan dibuatkan perdes, dengan tujuan agar kekurangan yang ditarik dari masyarakat itu tidak liar, dan dibuat secara jelas resmi dengan aturan perdesnya.

Namun, jika ini masih disalahkan secara hukum, yang tidak salah bagaimana?, misalkan tidak boleh narik dana dari masyarakat, lalu kalau ada kekurangan dana yang dibutuhkan pada program prona itu mau dapat dari mana kekurangannya?,” ujarnya.

Menurut pengacara asal kepulauan ini, pemerintah seharusnya kalau membuat program, jangan yang menjebak kepada pihak desa, merasa kasihan kepada aparat desa yang terjebak dengan program ini. Kalau memang mau buat program, harusnya program dengan anggaran dana yang mencukupi kebutuhan.

“Bukan hanya sebagian dan kekurangannya dibebankan ke desa, apa itu namanya kalau bukan program setengah hati, nanti kalau desa minta kekurangannya ke masyarakat dibilang pungli, kan repot dan membingungkan,” tandasnya.

Sementara, Kejakasaan Negeri (Kejari) Sumenep melakukan pemeriksaan terhadap Sekretaris Desa (Sekdes) Prenduan, Kecamatan Pragaan, setelahnya langsung melakukan penahanan, Senin, 24 September 2018.

Ditahannya Maktum Shaleh setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan atas kasus dugaan pungutan liar program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) tahun 2016-2017.

Pemeriksaan itu dilakukan sekitar tiga jam mulai sekitar pukul 10.00 Wib hingga sekitar pukul 13.00 Wib. Setelah penyidik menemukan alat bukti perkara itu langsung dinaikan ke tahap penyidikan dan penahanan. (Red)

Exit mobile version